Monumen Jenderal Sudirman

by 12.00 0 komentar

Monumen Jenderal Sudirman terletak di tengah-tengah sebuah taman memanjang yang membelah Jl. Yos Sudarso, Surabaya, sekitar 50 m setelah melewati jembatan yang melintas Kali Mas, menuju ke Gedung Balai Kota dari arah Balai Pemuda. Kendaran yang melintas Jl. Yos Sudarso cukup ramai, sehingga perlu sedikit kesabaran untuk menyeberangi jalan mendekati area di sekitar Monumen Jenderal Sudirman ini.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman, atau Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman, diresmikan pada 10 November 1970 oleh Presiden Soeharto dalam rangkaian peringkatan Hari Pahlawan.

Patung Jenderal Sudirman dibuat pada posisi tegak, tangan disamping, ujung celana masuk ke dalam sepatu boot, dan sebilah pedang tampak menggantung di pinggang sebelah kiri. Pakaian yang dikenakan Jenderal Sudirman tampak menyerupai seragam PETA, kesatuan dimana Sudirman memperoleh pendidikan militernya.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman di dua sisi yang berlawanan berisi kata-kata Panglima Besar Jenderal Sudirman ketika revolusi fisik masih tengah berlangsung.

Sudirman lahir dari ayah Karsid Kartowirodji, seorang pegawai Pabrik Gula Kalibagor, dan ibu bernama Siyem yang merupakan keturunan Wedana Rembang. Ia ikut pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa, dan kemudian di HIK (sekolah guru) Muhammadiyah Surakarta yang meskpun tidak sampai tamat ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman merupakan penghormatan bagi panglima pertama tentara Indonesia yang dipilih pada Konperensi Tentara Keamanan Rakyat di Jogja pada 12 November 1945. Saat itu, Sudirman yang lahir di Bodas Karangjati Purbalingga pada 24 Januari 1916 baru akan menginjak usianya yang ke-30 tahun.

Sebuah catatan dan diskusi menarik tentang terpilihnya Sudirman pada konperensi yang dihadiri para komandan resimen dan divisi TKR se-Jawa dan Sumatera itu bisa dibaca pada blog Anusapati.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dengan kutipan kata-katanya yang diberikannya sebagai arahan kepada prajurit TKR dalam menghadapi peperangan melawan Belanda yang hendak menjajah Indonesia kembali.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dilihat dari arah belakang dengan lekak-lekuk pakaian yang tampak natural.

Masuknya Jepang merubah jalan hidup Sudirman, dimulai ketika ia masuk menjadi bagian tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan mendapat pendidikan kemiliteran oleh tentara Jepang di Bogor (sekarang Museum PETA), kemudian menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah, dan Panglima Divisi V/Banyumas sesudah terbentuknya TKR dengan pangkat kolonel.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dengan sebuah sisi yang menunjukkan bahwa monumen ini dipersembahkan oleh Letnan Jenderal M Yasin yang pernah menjabat sebagai Pangdam VII/Brawijaya, Jawa Timur.

Sudirman adalah perwira PETA yang berhasil mendinginkan pemberontakan PETA Gumilir sehingga tidak sampai mengalami nasib seperti 6 perwira PETA Blitar, termasuk Supriyadi, yang dipenggal kepalanya oleh tentara Jepang pada pemberontakan PETA Blitar. Supriyadi yang diangkat oleh Presiden sebagai panglima tertinggi TKR tidak sempat menduduki pos-nya karena keburu tewas.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dengan lampu sorot di sebelah kiri dan taman bunga yang terlihat cukup terpelihara di sekitarnya.

Pada 12 Desember 1945, lima minggu setelah berakhirnya pertempuran Surabaya, Sudirman memimpin pasukan TKR dalam sebuah serangan serentak terhadap kedudukan Inggris di Ambarawa. Pertempuran yang kemudian terkenal dengan sebutan Palagan Ambarawa itu berlangsung selama lima hari dan berhasil memaksa pasukan Inggris untuk mundur ke Semarang.

Kemenangan di Palagan Ambarawa ini membuat Presiden Soekarno tidak memiliki alasan lagi untuk menunda pelantikan Sudirman sebagai Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI, yang dilakukan pada 18 Desember 1945, sekaligus memberinya pangkat Jenderal.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dengan latar belakang menara GPIB Maranatha yang terletak tidak jauh dari lokasi monumen.

Pada Agresi Militer II Belanda, 19 Desember 1948, ketika semua pemimpin politik memilih untuk tetap berada di dalam Kota Jogjakarta dan kemudian ditangkap Belanda dan dibawa ke luar Pulau, Sudirman yang sudah lemah karena penyakit TBC memilih untuk memimpin perang gerilya melawan pasukan Belanda dengan rute perjalanan mencapai 1000 km di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman dengan sebagian bangunan Gedung Balai Kota di latar belakang.

Baru setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949, Jenderal Soedirman bisa kembali ke Jakarta bersama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

monumen jenderal sudirmanMonumen Jenderal Sudirman pada sebuah malam.

Panglima Besar Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang pada 29 Januari 1950 di usianya yang baru saja genap 34 tahun. Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Pada 1997, pemerintah Orde Baru memberinya gelar Jenderal Besar Anumerta bintang lima, sebagaimana yang diberikan pemerintah kepada Soeharto dan AH Nasution.


Sumber : http://www.thearoengbinangproject.com/monumen-jenderal-sudirman-surabaya/

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar